Kamis, 10 Juni 2010

Transfusi Darah yang Aman dan Rasional


img
(Foto: topnews)
Jakarta, Pada saat tertentu seseorang kadang dihadapkan pada kondisi harus melakukan transfusi darah. Tapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar transfusi darah berjalan aman dan tidak menimbulkan komplikasi.

"Transfusi darah yang dilakukan harus aman dalam arti darah yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi bagi si penerima. Selain itu juga harus rasional dalam arti darah yang diberikan harus tepat dan sesuai kebutuhannya," ujar dr Hilman Tadjoedin, SpPD, KHOM dalam acara diskusi 'Transfusi darah yang aman dan rasional' di RS Kanker Dharmais, Jakarta, Kamis (10/6/2010).

dr Hilman menuturkan biasanya seseorang membutuhkan transfusi darah jika memiliki angka hemoglobin (Hb) yang rendah atau di bawah 10 g/dl (gram per desiliter darah).

Tapi angka Hb di bawah 10 g/dl juga bukan nilai absolut untuk transfusi karena ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan dokter yang menjadi pemicu transfusi (transfusion trigger).

Misalnya jika seseorang memiliki nilai Hb di bawah 10 g/dl, tapi setelah diberikan cairan infus nilai Hb nya meningkat maka tidak diperlukan transfusi darah.

Namun jika seseorang harus melakukan operasi, pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radiasi, mengalami pendarahan aktif yang bisa menyebabkan anemia dan memicu hypovolemic schok (gangguan yang menyeluruh di seluruh bagian tubuh akibat kekurangan cairan), maka transfusi darah diperlukan.

"Jika seseorang harus menjalani operasi, maka nilai Hb nya harus optimal. Karena kemampuan darah untuk mengikat obat-obatan anestesi akan berkurang jika Hb turun. Sedangkan pengobatan kanker akan bekerja dengan baik jika seseorang memiliki nilai Hb optimal," ujar dokter yang juga sebagai Kepala Instalasi Bank Darah RS Kanker Dharmais.

Selain itu agar transfusi darah yang dilakukan aman bagi si penerima, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diketahui sebelum seseorang menerima transfusi yaitu apakah ia pernah memiliki riwayat transfusi atau tidak serta jika penerimanya adalah perempuan apakah ia sedang hamil atau tidak. Hal ini menjadi penting karena untuk menghindari reaksi transfusi dan juga penyakit lainnya seperti infeksi atau menular.

"Seseorang yang melakukan transfusi darah sebaiknya dipantau setelah 3 hari dan 7 hari untuk mengetahui apakah ada reaksi transfusi akut, kronis atau tidak," ujar dokter yang lulus spesialisasi penyakit dalam UI pada tahun 1998.

Jika terjadi ketidakcocokkan antara darah yang masuk dengan darah yang ada di dalam tubuh, maka ada kemungkinan terjadi reaksi transfusi ringan hingga yang berat.

Untuk yang ringan seseorang bisa mengalami demam atau menggigil dan biasanya akan hilang dengan sendirinya.

Sedangkan jika reaksinya berat ada kemungkinan mengalami TRALI (Transfusion Related Acute Lung Injury) yaitu sesak napas hebat bahkan hingga kematian, sehingga terkadang pasien harus dirawat di ICU dan dikontrol beberapa alat vitalnya seperti denyut nadi, suhu tubuh atau fungsi jantungnya.

Beberapa hal penting di atas harus diperhatikan sebelum seseorang melakukan transfusi darah. Hal ini agar transfusi darah yang dilakukan tidak menimbulkan risiko dikemudian hari bagi si penerima darah.


sumber: http://health.detik.com/read/2010/06/10/150017/1375652/763/transfusi-darah-yang-aman-dan-rasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar