Ketika rasa gurih dari keripik singkong atau rasa manis dari cokelat sudah begitu terbayang, dan Anda tidak sabar untuk segera menikmatinya, sebenarnya hal ini bukan disebabkan oleh pertahanan diri Anda yang lemah. Bukan pula karena Anda tidak sanggup lagi menahan rasa lapar.
Hal itu lebih disebabkan oleh dorongan kimiawi yang begitu kuat, dan melekat ke dalam mekanisme pertahanan diri kita, sehingga sangat tidak mungkin untuk ditahan.
Para ahli meyakini bahwa kesalahan utama dari keinginan untuk makan makanan tertentu adalah suatu sistem dari sel-sel otak yang saling berhubungan, yang berkembang selama jutaan tahun untuk mendorong manusia prasejarah untuk bertahan hidup dengan makan.
Makanan berkalori tinggi sangat dibutuhkan untuk bertahan, sehingga otak berusaha memenuhi dirinya dengan senyawa kimia yang memberikan rasa nyaman seperti dopamin dan serotonin. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap rasa dan aroma yang dikaitkan dengan makanan yang lezat.
Ketika Anda butuh energi, perut mengirimkan hormon rasa lapar (ghrelin) ke hypothalamus (pusat perintah di dalam otak) dan mendorong Anda untuk makan. Kemudian ketika Anda sudah kenyang, sel-sel lemak melepaskan leptin untuk memberi tanda sudah waktunya berhenti makan.
Namun menurut para ahli, keinginan untuk menikmati makanan tertentu (ngidam) lebih disebabkan oleh hormon stres, kortisol.
"Tubuh kita tidak didesain untuk mengatasi stres yang berlangsung lama," ujar ahli naturopati, Dr Penny Kendall-reed.
Menurutnya, pada beberapa orang, respons stres mengganggu pola tidur atau pola buang air besar. Untuk yang lain, stres menimbulkan masalah pada jantung dan tekanan darah.
Yang terjadi kemudian adalah ngidam atau craving makanan tertentu. Secara kimia, proses ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa hormon kortisol menghadang pelepasan leptin, sehingga menghentikan otak mengirimkan pesan "kenyang" tadi.
"Tubuh kita mengira belum makan, sehingga dorongan yang kuat akan mendesak Anda berulang kali mencari makanan manis dan berlemak," kata Dr Kendall-reed lagi.
Karena itu, ditegaskan sekali lagi oleh penulis buku No Crave Diet ini, ngidam tidak ada hubungannya dengan kontrol diri yang lemah. Hal itu merupakan dorongan yang tak mungkin ditahan dari moda pertahanan tubuh. Tidak peduli betapa kuatnya niat Anda, Anda tidak akan sanggup mengontrol lagi dorongan yang kuat ini.
Para ahli meyakini bahwa kesalahan utama dari keinginan untuk makan makanan tertentu adalah suatu sistem dari sel-sel otak yang saling berhubungan, yang berkembang selama jutaan tahun untuk mendorong manusia prasejarah untuk bertahan hidup dengan makan.
Makanan berkalori tinggi sangat dibutuhkan untuk bertahan, sehingga otak berusaha memenuhi dirinya dengan senyawa kimia yang memberikan rasa nyaman seperti dopamin dan serotonin. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap rasa dan aroma yang dikaitkan dengan makanan yang lezat.
Ketika Anda butuh energi, perut mengirimkan hormon rasa lapar (ghrelin) ke hypothalamus (pusat perintah di dalam otak) dan mendorong Anda untuk makan. Kemudian ketika Anda sudah kenyang, sel-sel lemak melepaskan leptin untuk memberi tanda sudah waktunya berhenti makan.
Namun menurut para ahli, keinginan untuk menikmati makanan tertentu (ngidam) lebih disebabkan oleh hormon stres, kortisol.
"Tubuh kita tidak didesain untuk mengatasi stres yang berlangsung lama," ujar ahli naturopati, Dr Penny Kendall-reed.
Menurutnya, pada beberapa orang, respons stres mengganggu pola tidur atau pola buang air besar. Untuk yang lain, stres menimbulkan masalah pada jantung dan tekanan darah.
Yang terjadi kemudian adalah ngidam atau craving makanan tertentu. Secara kimia, proses ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa hormon kortisol menghadang pelepasan leptin, sehingga menghentikan otak mengirimkan pesan "kenyang" tadi.
"Tubuh kita mengira belum makan, sehingga dorongan yang kuat akan mendesak Anda berulang kali mencari makanan manis dan berlemak," kata Dr Kendall-reed lagi.
Karena itu, ditegaskan sekali lagi oleh penulis buku No Crave Diet ini, ngidam tidak ada hubungannya dengan kontrol diri yang lemah. Hal itu merupakan dorongan yang tak mungkin ditahan dari moda pertahanan tubuh. Tidak peduli betapa kuatnya niat Anda, Anda tidak akan sanggup mengontrol lagi dorongan yang kuat ini.
Meskipun begitu, dorongan untuk ngidam itu bisa saja dihentikan, hanya saja butuh waktu agak lama. Dr Kendall-Reed mengatakan bahwa kebiasaan yang sudah mendarahdaging seperti ini butuh 21 hari untuk dihentikan. Sebagai gantinya, ia menyarankan shopping untuk mengatasi keinginan ngemil ini.
"Shopping itu juga bisa sangat menyenangkan, dan dalam banyak kasus, bisa melepaskan dopamin atau serotonin," katanya. Beli saja majalah fashion atau cat kuku, karena menurut Kendall-reed kedua benda ini punya efek yang sama pada otak ketika mengonsumsi cake yang penuh lemak.
Nah, perlu diingat juga karena bulan ini bulan Piala Dunia, hati-hatilah agar tidak mengonsumsi terlalu banyak keripik, cokelat, atau minuman bersoda ukuran family sebagai teman menonton. Cara terbaik untuk menghentikan keinginan makan makanan berlemak tersebut adalah dengan menyimpan cemilan yang lebih sehat seperti buah-buahan.
"Shopping itu juga bisa sangat menyenangkan, dan dalam banyak kasus, bisa melepaskan dopamin atau serotonin," katanya. Beli saja majalah fashion atau cat kuku, karena menurut Kendall-reed kedua benda ini punya efek yang sama pada otak ketika mengonsumsi cake yang penuh lemak.
Nah, perlu diingat juga karena bulan ini bulan Piala Dunia, hati-hatilah agar tidak mengonsumsi terlalu banyak keripik, cokelat, atau minuman bersoda ukuran family sebagai teman menonton. Cara terbaik untuk menghentikan keinginan makan makanan berlemak tersebut adalah dengan menyimpan cemilan yang lebih sehat seperti buah-buahan.
DIN
Editor: din
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar